Pada zaman dahulu kala di Negeri
Babylonia hiduplah seorang lelaki bernama Azar. Ia berprofesi sebagai tukang
kayu. Namun, Azar bukan tukang kayu yang medirikan bangunan-bangunan. Bukan
pula tukang kayu yang menghasilkan barang-barang keperluan rumah tangga. Azar
adalah seorang tukang kayu yang menghasilkan patung-patung yang dijualnya
sebagai berhala sembahan. Ya, Azar dan sebagian besar masyarakat Babylonia saat
itu memang hidup dengan menyembah patung-patung berhala sebagai tuhan mereka.
Azar memiliki seorang anak yang
diberi nama Ibrahim. Ibrahim ini sejak kecil sudah menunjukkan tanda-tanda
kecerdasan yang luar biasa. Dia misalnya sering merasa heran pada kebiasaan
ayah dan kaum disekitar tempat tinggalnya yang selalu menyembah, memohon,
meminta pendapat bahkan mengeluhkan persoalan-persoalan mereka pada
patung-patung berhala.
Padahal, Ibrahim melihat sendiri
bagaimana ayahnya membuat patung-patung
itu dari kayu biasa yang diolahnya. Maka, mengapa pula patung yang tidak
berdaya itu harus disembah begitu rupa?
Selama bertahun-tahun, keheranan ini
tidak disimpan begitu saja dalam hati Ibrahim, dia bahkan mempertanyakan hal
itu pada bapaknya.
“Mengapa ayah dan penduduk sini
menyembah patung-patung yang ayah buat ini? Bukankah patung-patung ini sama
sekali tidak berdaya, tidak dapat mendengar, tidak dapat berbicara, bahkan
tidak dapat menolong dirinya sendiri?”
Ayah Ibrahim tidak mau mendengar
kritik anaknya. Bahkan ia menjadi marah pada Ibrahim yang dianggapnya telah menghina
Tuhan. Maka, Ibrahim pun menjauhkan diri dari perilaku perilaku menyembah
berhala ini. Tidak hanya itu, dari hari ke hari Ibrahim pun mencoba mencari
tahu siapakah yang patut disembah, ditaati dan diikuti diatas muka bumi ini?
Kecerdasan pemuda Ibrahim membawanya
berpkir bahwa matahari adalah Tuhan, penguasa alam karena sinarnya yang kuat.
Namun, matahari ternyata tenggelam. Maka, Ibrahim sempat bertanya-tanya dalam
hati,mungkinkah bulan atau bintang merupakan Tuhan yang berkuasa karena telah
memberi cahaya? Namun bulan dan bintang pun tenggelam.
Hingga suatu hari Allah mengangkat
Ibrahim menjadi Rasul dan memberikan bukti kekuasaan Allah dengan menghidupkan
kembali empat ekor burung yang sudah mati. Ibrahim pun beriman kepada Allah.
Sebagaimana pernah disampaikan pada
ayahnya, Ibrahim pun mengajak kaum dan masyarakatnya meninggalkan penyembahan
pada berhala dan beriman pada Allah saja. Tetapi mereka tidak mau mendengarnya.
Maka Ibrahim pun kemudian membuat rencana.
Pada suatu hari, saat penduduk desanya
pergi merayakan sebuah pesta, Ibrahim tetap tinggal didesanya. Begitu
orang-orang sudah menjauh, Ibrahim pun beranjak ke tempat kumpulan berhala yang
diletakkan para penduduk desa pada sebuah tempat khusus.
Berhala-berhala yang banyak
jumlahnya ini dihancurkan oleh Ibrahim dengan menggunakan kapak kecuali satu
berhala yang paling besar ukuran patungnya. Pada berhala besar ini
diletakkannya kapak bekas menghancurkan berhala-berhala kecil.
Ketika penduduk desa pulang dan
melihat berhala-berhala mereka hancur berantakan,segera saja mereka meyakini
Ibrahimlah yang menghancurkannya. Sebab Ibrahim adalah orang yang tidak pernah
mau menyembah berhala dan pada hari itu tidak ikut pula merayakan pesta.
“Kamukah yang menghancurkan
berhala-berhalakami Ibrahim?” tanya mereka gusar.
“Coba lihat berhala besar itu. Pada
pundaknya terletak kapak. Mungkin dia yang menghancurkan berhala-berhala lain.
Tanyakan saja padanya,” jawab Ibrahim.
Penduduk desa menjadi jengkel.
“Bagaimana kami bisa bertanya pada berhala besar itu? Patung kan tidak bisa
berbicara,” kata mereka.
“Nah, kalau patung itu tidak bisa
berbicara dan tidak dapat ditanya, mengapa pula kalian mengadukan masalah,
meminta tolong bahkan menyembahnya?” sindir Ibrahim.
Penduduk desa terdiam malu mendengar
jawaban Ibrahim. Namun karena keras kepala, mereka justru menghukum Ibrahim
dengan membakarnya ditengah tumpukan kayu bakar yang menyala-nyala. Namun siapa
mengira, Allah ternyata menyelamatkan Ibrahim tanpa sedikit pun luka
ditubuhnya.
Penduduk desa tidak tahu lagi apa
yang dapat diperbuat pada Ibrahim, pemuda cerdas yang telah menunjukkan
kebodohan mereka yang menyembah patung-patung berhala. Maka yang dapat mereka
lakukan hanyalah mengusir Ibrahim pergi jauh dari tempat mereka tinggal.
Namun Ibrahim tak gentar, bahkan
kepergiannya itu kemudian menjadi jalan baginya untuk mendakwahkan keimanan
pada Allah SWT kepada lebih banyak penduduk di berbagai tempat yang
ditinggalinya, Syiria, Palestina hingga Mekkah Al Mukaromah. Dan sejak itu, berkembang
pesatlah dakwah tauhid yang dibawa Ibrahim As. Selamat dan berkah semoga
tercurah bagi Nabi Ibrahim As.
Sumber: Zirlyfera Jamil (Majalah Ummi,
Oktober 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar